Posted in Hikam, Lesson, My angle

Tokoh utama memang harus “lebih”

Tokoh utama dalam sebuah cerita, novel, komik, manga, anime atau film, pasti dituntut untuk bisa berbuat lebih dibanding musuhnya, atau tokoh antagonis nya.

Jika tokoh jahat bisa berbuat sesuka hatinya, tanpa memikirkan akibatnya. Berbeda dengan si tokoh utama, ia harus memikirkan akibat dari hal-hal yang akan ia lakukan, selain brusaha mengalahkan tokoh jahat. Si jagoan juga berusaha sebisa mungkin supaya tidak ada korban yang jatuh, bahkan jagoan yang sebenarnya juga berusaha agar si tokoh antagonisnya tidak tewas dan sadar kembali kepada kebaikan.

Jadi jelas bahwa seorang tokoh utama harus mempunyai kemampuan yang jauh di atas lawan-lawannya disebabkan oleh tanggung jawabnya yang begitu besar.

Ayo kita analogikan dengan amal…

Ketika ada seseorang ingin menyebarkan kebaikan, suatu saat ia pasti akan bertemu dengan orang-orang yang memusuhinya, orang-orang yang tidak menyukainya. Orang-orang itu akan menggunakan segala cara untuk merusak penyebaran kebaikan tersebut. Maka, si penyebar kebaikan tentu saja harus bisa menyikapi hal tersebut dengan cara yang baik dan elegan. Membalas dengan kebaikan, karena, jika si baik membalas dengan cara yang sama dengan yang digunakan oleh musuh, cara yang buruk, terus, apa bedanya dia dengan orang-orang yang memusuhinya?

Posted in Hikam, Lesson, Re-Post

Khutbah Jumat 20052011

Khutbah Jumat 20052011

Ustadz : KH. Saeful Islam Mubarok

Masjid Pusdai Bandung

عن حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

Artinya: Dari Huzhaifah bin Al-Yaman berkata:” manusia biasa bertanya pada Rasulullah SAW tentang kebaikan, sedang aku bertanya kepada beliau tentang kejahatan, karena khawatir akan mengenaiku”. Saya berkata: “Wahai Rasulullah SAW apakah kami dahulu dimasa Jahiliyah dan penuh kejahatan, kemudian Allah mendatangkan dengan kebaikan ini (Islam). Apakah setelah kebaikan ini adalagi keburukan”. Rasul SAW menjawab:”Ya”. Apakah setelah keburukan itu ada kebaikan”. Rasul SAW menjawab:”Ya, tetapi ada polusinya”. “Apa polusinya?”. Rasul menjawab:” Kaum yang mengambil hidayah dengan hidayah yang bukan dariku, engkau kenali dan engkau ingkari”. Saya berkata:” Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan?”. Rasul SAW menjawab:” Ya, para penyeru ke neraka jahanam, barangsiapa yang menyambut mereka ke neraka maka mereka melamparkannya ke dalam neraka”. Saya berkata:” Ya Rasulullah SAW, terangkan ciri mereka pada kami?”. Rasul SAW menjawab:” (kulit) mereka sama dengan kulit kita, berbicara sesuai bahasa kita”. Saya berkata:” Apa yang engkau perintahkan padaku jika aku menjumpai hal itu?” Rasul SAW bersabda:” Komitmen dengan jamaah muslimin dan imamnya”. Saya berkata:” Jika tidak ada pada mereka jamaah dan imam?” Rasul menjawab:” tinggalkan semua firqah itu, walaupun engkau harus menggigit akar pohon sampai menjumpai kematian dan engkau tetap dalam kondisi tersebut” (HR Bukhari dan Muslim)

Sekarang sudah banyak golongan-golongan yang diisi oleh orang berilmu, tapi memanfaatkan ilmunya untuk kepentingan duniawi.

4 golongan orang

  1. Berilmu dan semangat beramal
  2. Berilmu tapi tidak semangat beramal
  3. Semangat beramal tapi tidak berilmu
  4. Tidak berilmu dan tidak semangat beramal

Sering terjadi ketika golongan 2 memanfaatkan golongan 3 karena semangat mereka yang kadang buta. Ilmunya digunakan untuk menyesatkan pemahaman orang-orang yang semangat beramal.

Oleh sebab itu, berhati-hatilah, kritis, berpikiran terbuka, dan selalu berpegang pada sumber yang terjamin kebenarannya, Quran dan sunnah.

Khutbah kedua

3 golongan orang yang sepertinya akan masuk syurga, tapi ternyata langsung dilempar Allah ke neraka di hari perhitungan, setelah diperlihatkan niat mereka yang sesungguhnya.

  1. Orang yang mati syahid tapi ternyata niat berperangnya karena hal duniawi.
  2. Orang yang mencari ilmu dan menyebarkan tapi niatnya untuk dikenal dan dihormati
  3. Orang yang kaya dan dermawan tapi niatnya untuk disebut sbg dermawan

Marilah kita berhati-hati dengan niat kita. Selalu evaluasi dan luruskan niat dalam setiap aktifitas kita.

*Khutbah diambil intinya dan diceritakan ulang dengan bahasa penulis.

Posted in Hikam, Lesson, Re-Post

KulTwit @Salim A. Fillah: Belajar dari Cina



1. Adalah sebuah kisah dalam Azwaajul Khulafaa’ karya Raji Kinas yang mula-mula membuat saya bersemangat mengumpulkan pustaka tentang #Cina.

2. Ceritanya tentang Abu Ja’far Al Manshur, sang pembangun Baghdad. Inilah Raja dalam Islam yang amat drastis sukarnya ditemui rakyat.

3. Tentu itu terkait dengan bagaimana ‘Abbasiyah menegakkan kekuasaan lewat pertumpahan darah, tata-kota Baghdad, & pribadi Sang Raja.

4. Yang pertama telah banyak diulas Tarikh tepercaya. Yang kedua; tersebut dalam Tarikh, tinggi benteng terluar Baghdad mencapai 40 m.

5. Benteng Baghdad melingkar berjejari 20 mil. Lebar bagian atas bisa dilewati 3 kereta perang berjajar. Di dalamnya ada 3 lapis lagi.

6. Baghdad di zaman Abu Ja’far ini kota terbesar di dunia berpenduduk +/- 3 juta jiwa. Terbesar ke-2? Chang-an, ibukota Dinasti Tang,

7. Tentang pribadi Abu Ja’far Al Manshur sendiri, mari kita cukupkan ringkasan kisah yang dibawakan Imam Malik RhmhuLlah berikut ini.

8. “Pada suatu musim haji, aku dipanggil paksa menghadap Al Manshur”, ujar beliau, “Bersama Abu Hanifah & Ibn Thawus Al Yamani.”

9. “Al Manshur menyuruh kami bicara satu per satu”, lanjut Malik. Dalam kisah itu beliau sebutkan kalimat masing-masing nan panjang.

10. Intinya; beliau & Abu Hanifah bicara secara umum & datar-datar sebab rasa takut akan kebengisan Al Manshur. Tapi Ibn Thawus beda.

11. Nyaris memerinci kejahatan & kezhaliman Al Manshur, Ibn Thawus memberikan nasehat & peringatan yang amat gamblang & keras padanya.

12. Nah, perhatikan ungkapan Imam Malik ini; “Saat Ibn Thawus bicara, aku & Abu Hanifah bergeser sambil merapat-rapikan pakaian kami.”

13. Mengapa? “Karena”, ujar Imam Malik, “KAMI KHAWATIR KECIPRATAN DARAHNYA!” Nah, ini gambaran tentang watak Al Manshur yang dahsyat.

14. Kata Malik, “Tapi Allah menjaga Ibn Thawus, justru Al Manshur gemetar oleh nasehatnya. Aku jadi semakin hormat pada Ibnu Thawus.”

15. Nah, kisah yang saya maksud dalam Azwaajul Khulafaa’ adalah tentang seorang Arab Badui pengembara yang dihadapkan pada Al Manshur.

16. Lelaki ini diminta Al Manshur untuk mengisahkan perjalanannya ke berbagai negeri, demi menyimpulkan “Tiada yang semegah Baghdad.”

17. Lelaki ini -seperti umumnya Badui yang polos- blak-blakan bahwa Baghdad memang megah, tapi angker, & rajanya sulit ditemui rakyat.

18. Sementara dia cerita tentang ibukota #Cina, mungkin maksudnya Chang-an; kotanya tertata rapi & Kaisarnya sudah tua, namun bijaksana.

19. Si Badui dengan semangat bercerita bahwa ketika makin tua, Kaisar mulai kehilangan daya dengarnya. Dia mulai tuli. Dia bersedih.

20. Para menteri & penasehat menghibur. “Apapun yang terjadi, Yang Mulia tetap Kaisar kami nan bijak, mohon Baginda jangan bersedih.”

21. “Aku sedih bukan ratapi diriku”, ujar Kaisar, “Aku penuh sesal sebab kini tak lagi bisa dengarkan secara langsung keluhan rakyat!”

22. Sejak itu, Sang Kaisar yang rajin bertandu mengelilingi negeri ini memutuskan untuk tak memegang pemerintahan secara langsung.

23. Dia mengangkat menteri kepala (Chen Xiang) yang diberi keleluasaan menjalankan pemerintahan namun berada di bawah pengawasannya.

24. Menteri Kepala dipilih secara meritokratis melalui ujian yang diselenggarakan bertingkat; dari distrik, provinsi, hingga nasional.

25. Demikianpun berjenjang ke bawah; para menteri, para gubernur, bupati, & hakim wilayah diangkat berdasar peringkat dalam ujiannya.

26. Lalu apa yang dikerjakan sang Kaisar? Dia makin rajin mengelilingi negeri untuk mendengarkan keluhan rakyat & menyemangati mereka.

27. Sebab pendengarannya lemah, Kaisar menitahkan agar tiap yang ingin mengadu mengenakan pakaian merah & menyiapkan aduan tertulis.

28. Atas titahnya, tim khusus kekaisaran akan menindaklanjuti tiap aduan sesuai tingkat pengambil kebijakan; dari desa hingga pusat.

29. Kaisar menyampaikan pidato nan menyemangati rakyat, memberkati mereka di tempat-tempat peribadatan, mendorong kerja keras & bakti.

30. Apa yang dilakukan sang Kaisar ini menginspirasi rakyat, membuat pemerintahan tertata, & membawa kejayaan bagi Dinasti Tang.

31. Nah, simpul si Badui pada Al Manshur, Amirul Mukminin tentu lebih berhak melakukan semua hal indah itu daripada sang Kaisar #Cina itu.

*)sumber: http://twitter.com/salimafillah

Posted in Hikam, Lesson, Re-Post

Kultwit @salimafillah #BenahiDiri

Kultwit Salim A Fillah @salimafillah #BenahiDiri

3 April 2011

(1) Jangan Marah! Sebab kemarahan mempertunjukkan semua kejelekan lahir & batin yang bisa disembunyikan dengan keramahan.

(2) Jangan Dengki! Sebab hasad itu menyengsarakan kita saat orang lain bahagia, dan mengajak ke neraka saat orang lain berduka.

(3) Jangan Bergunjing! Sebab gunjingan memakan pahala seperti api hanguskan kayu, menghimpun dosa seperti magnet menarik besi.

(4) Jangan Merendahkan! Sebab hinaan menjatuhkan yang mencela, menaikkan derajat yang dijelekkan, dan melalaikan dari perbaikan.

(5) Jangan Menunda! ‘Amal yang tak dikerjakan hari ini takkan tertampung oleh esok hari nan memiliki hak ibadahnya sendiri.

(6) Jangan Mengeluh! Sebab mengeluh -apalagi pada nan tak berdaya- ialah cara termudah membuat kelam setitik jadi gelap semesta.

(7) Jangan Menghakimi! Sebab itu merumitkan urusan saat kita jadi terdakwa di akhirat! Sebab tugas kita menjadi penyeru & saksi!

(8) Jangan Mengungkit! Sebab bahkan selaksa pemberian menggunung yang diungkit, kalah nilai dari wajah cerah dan senyum manis.

(9) Jangan Berdusta! Sebab dusta adalah candu menyakitkan, dan parahmya, ia membuka semua pintu keburukan yang lebih besar!

(10) Jangan takjubi ‘amal diri! Bahkan dosa yang membawakan taubat jauh lebih baik daripada ibadah yang melahirkan kesombongan!

(11) Jangan Berdebat! Semua perbantahan YANG TAK LAHIRKAN AMAL melemahkan daya, menghabiskan waktu, batalkan jatah rumah surga.

(12) Jangan Keras Hati & Kasar Sikap! Bahkan ahli kebenaran yang tak santun menghancurkan rasa hormat insan pada kebenaran itu.

(16) Jangan Malas! Sebab sebagaimana rizqi kita takkan salah alamat, ‘amal kita juga takkan diambil alih orang lain.

(13) Jangan Mempersulit! Agama adalah kemudahan untuk menjamin selamatnya insan sampai tujuan. Siapa mempersulit, pasti kalah.

(14) Jangan Mendendam! Sebab itu bagai menenggak racun ke kerongkongan sendiri, lalu berharap orang lain yang mati. Maafkanlah;)

(15) Jangan Putus Asa! Sebab ia kunci mati bagi segala kemungkinan baik nan berjuta. Allah itu memberi segaris sangka hambaNya.

(16) Jangan Malas! Sebab sebagaimana rizqi kita takkan salah alamat, ‘amal kita juga takkan diambil alih orang lain.

(17) Jangan Lari dari Masalah! Tugas kita meng-HADAP-i, lalu biarlah Allah yang meng-ATAS-i

(18) Jangan Kikir! Harta sampai ke surga sebab dititipkan pada nan membutuhkan. Tak pernah ada yang miskin tersebab sedekahnya.

(19) Jangan Serakah! Zuhudlah akan apa yang dimiliki manusia, mereka kan cintai kita. Zuhudlah pada dunia, pasti dirindu surga.

(20) Jangan Remehkan Sekecil Apapun Kebaikan! Amalan sederhana yang dilestarikan memikat cintaNya, jadi titian lancar ke surga.

(21) Jangan Abai Sekecil Apapun Dosa! Tidaklah kecil jika terus dilakukan. Tiada nan kecil kalau mengkhianati Dzat Maha Besar.

(22) Jangan Menganggur! Tak mengerjakan apapun, baik tuk dunia maupun akhirat ialah pemandangan menyedihkan bagi langit & bumi.

(23) Jangan Zhalim! Setiap kezhaliman membunuh rasa tenteram di hati pelakunya, membuat manusia benci, & menjauhkan dari surga.

(24) Jangan Bosan Berdoa! Allah Maha Tahu, maka berdoa bukan cara memberi tahuNya apa nan kita butuhkan. Doa itu bercakap mesra.

(25) Jangan Khianati Nurani! Tiap saat dia bisikkan kebenaran. Mengikutinya kadang jadi tersunyi, tapi dibersamai senyum Ilahi.

(26) Jangan Takut Gagal! Jalan kegagalan dan keberhasilan itu sama. Hanya terkadang, alamat kesuksesan agak lebih ujung.

(27) Jangan Sembarang Makan! Setiap yang haram & tak suci merusak tubuh, menumbuhkan umpan neraka, menghalangi sampainya doa.

28. Jangan bangga & lena atas pujian. Hanya sedikit pelajaran darinya. Mengharapkannya adalah tanda kurangnya kebaikan kita.

29. Jangan takut & lemah oleh celaan. Banyak pelajaran darinya. Mengkhawatirkannya ialah tanda terlalu banyak keburukan di jiwa.

30. Jangan terlibat dalam hal nan tak bermanfaat bagi diri & sesama, atau tak bermakna bagi jiwa. Itu tanda kebaikan Islam kita.

Posted in Hikam, Lesson, My angle

Futsal..futsal..futsal..

Pemakaian yang berlebihan akan bisa membuat tubuh anda pegal, kepala pusing, dan memar-memar.

Benda apakah itu?

SEPATU FUTSAL!!

yup, jika anda memakai sepatu futsal berlebihan, dan berolahraga futsal keseringan (saya menyebut “berolahraga” bukan “bermain” supaya lebih jelas tujuan utamanya :D) bisa membuat anda merasakan hal-hal tersebut di atas. Hehe…

Tapi tetap saja, terus terang, saya tidak kuat untuk menolaknya.. haha..

Bagi orang-orang yang tidak menyukai futsal ataupun sepakbola, biasanya ngomong gini,” Ngapain sih bola satu dikejar-kejar? trus, kalo dah dapet, ditendang trus dikejar lagi, mending beli aja bola sendiri-sendiri, kan beres”. hahaha… Lha? dimana serunya kalo dah punya bola masing-masing? mending pulang aja.. 😛

Terlepas dari pro-kontra tadi (halah), sebenarnya futsal atau berbagai olahraga lain harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk berbagai kepentingan B-)

1. Olahraga
Tentu saja ini adalah tujuan utama. Biar badan bergerak, biar otot-otot meregang, biar jantung berdetak, biar keringat mengalir…
2. Silaturrahim
Karena sebagian orang sangat bersemangat datang futsal, kadang hanya pada saat futsal-lah bisa bertemu dengan mereka (saya maksudnya… :P). So, tentu saja jadi ajang silaturrahim dan berkenalan dengan orang baru.
3. Memperkuat teamwork
Dalam futsal, kita bisa tau kemampuan seseorang, kecepatan larinya, visinya, sehingga akhirnya kita tau bola umpan seperti apa yang terbaik untuknya dan lahirlah teamwork yang solid. Silahkan analogikan sendiri ke dalam bentuk teamwork lain.. 😀
4. Mendekatkan hubungan, mengenal lebih jauh
Futsal membuat hubungan jadi lebih dekat, lupa akan jurusan yang berbeda, lupa dengan angkatan yang tak sama, tidak mempermasalahkan dengan asal yang beraneka. Tapi bisa juga dijadikan sebagai “alasan” untuk mengenal orang lebih jauh, sambil ngobrol, nanya2 asal, hobby, dll
5. Ice breaker
Hal-hal yang terjadi dalam futsal bisa menghilangkan kekakuan. Ketawa kalau ada yang lucu, salaman kalo ga sengaja melanggar dan banyak hal lainnya.
6. Meningkatkan daya juang
Tanpa disadari, ketika “nafsu” sudah menguasai pada saat futsal, maka daya juang akan meningkat dengan sendirinya. Kemanapun bola dikejar, tak peduli sejago apapun lawannya. Hehe
7. Sportifitas dan fair play
Sportif dan fair adalah dua kata yang sangat bisa dipakai dalam kehidupan. Kita berlatih untuk berjalan di dalam aturanNya, dan besar hati mengakui kelebihan orang lain. Tetap mengutamakan persaudaraan.


Mungkin ada beberapa hal negatif yang tetap harus “diwaspadai”. Misal, “daya juang” yang berlebihan akan membuat kita melupakan sportifitas dan ukhuwah, maka kendalikanlah emosi, atau bahkan ada yang lupa waktu karena pertandingan yang bertepatan dengan waktu shalat, hati-hatilah.

Di atas semuanya, niatkanlah segala kebaikan sebagai ibadah kepadaNya. Sehingga apapun yang kita lakukan tidak menjadi seperti buih di lautan.

Posted in Hikam, Lesson, My angle

Objektif (lagi)

saya dari dulu selalu berusaha obejktif

So, ketika ada kabar kalo Osama/Usamah tewas.. teteup berusaha objektif…

1. Objektif, kalo Islam itu cinta kedamaian, maka aksi terorisme tidak bisa dibenarkan apapun alasannya.

2. Objektif, kalau konspirasi itu mungkin saja ada dimana-mana.

3. Objektif, jika para mujahid itu benar2 berjuang dengan cara-cara Allah, maka Allah-lah yang akan membalas dengan syurga-Nya.

4. Objektif, jika pemerintah amerika sebagian ada yang membenci Islam dan mendukung yahudi, bencilah hanya mereka saja. Karena Amerika itu bukan HANYA terdiri dari orang-orang yang memusuhi Islam, ada saudara2 seiman kita dan dan ada juga orang-orang yang bersimpati terhadap Islam.

5. Objektif bahwa kebenaran itu hanya dari Allah, so kritislah dengan santun.. 😀

Posted in Hikam, Lesson, My angle

Media’s negativity

Media sebagian besar menampilkan berita negatif, kejelekan, perkelahian, tawuran, kerusuhan. Karena memang mindset masyarakat kita juga masih “senang” dengan berita2 semacam itu. Kenapa kata “senang” nya ada dalam tanda kutip? Karena bila ditanyakan ke masing-masing orang, pasti tidak akan ada yang setuju dengan kekerasan.

Tapi mindset otaknya membuat rasa ingin tahu yang begitu tinggi ketika ada berita-berita semacam itu, tanpa sadar ia terus menonton acara tersebut dan otomatis rating si tv jadi naik.

Hari gini sih, tayangan TV masih belum berdasarkan atas kebutuhan si penonton, tapi berdasarkan kesukaan, atau ketertarikan para pemirsa. Tayangan apapun selama menarik penonton, akan ditayangkan tanpa ampun.
Nah, makanya sebagai penonton, kalau tidak bisa menghentikan menonton tv (seperti saya :D), mulailah selektif dalam memilih tayangan televisi, kurangi juga jam nonton nya. Pilih tayangan-tayangan yang bermanfaat (Kalo live bola, bermanfaat kan ya? *maksa :D).

Semoga dengan berkurangnya pemirsa dari acara-acara yang tidak bermanfaat, dengan sendirinya acara-acara tersebut akan berganti dengan yang lebih baik.

Kalo ngga mau pake cara itu,

ya… siapin duit aja buat beli stasiun tv,

trus atur deh acara2 di dalamnya 😀


	
Posted in Hikam, Lesson, My angle

Dakwah = Dagang ?

Dakwah itu ibarat dagang

Kadang,

Memperdagangkan sesuatu yang baik sekalipun,

belum tentu semua orang suka dan mau membeli.

Kemasan bisa menjadi faktor penting dalam menarik pembeli.

Berlian, jika dikemas di dalam lumpur tentu saja akan terlihat kurang menarik.

Tiap pedagang punya cara mengemas yang beraneka-ragam.

Pembelinya juga tentu saja mempunyai ketertarikan yang berbeda.

Tak ada gunanya menjelek-jelekan pedagang lain,

padahal barang dagangannya sama.

Silahkan berlomba mengemas dengan cara masing-masing,

dan biarkanlah si pembeli memilih kemasan yang paling disukainya.

Kemaslah seindah mungkin, sampai cahaya si berlian memancar maksimal

tapi cukuplah bersaing dalam kemasan dan kebaikan.

Karena dunia ini BUKAN hanya terdiri dari satu jalan kebaikan dan sisanya jalan keburukan.

Karena manusia BUKAN hanya terdiri dari satu pedagang dan sisanya pencuri.

Karena surga itu tidak hanya punya satu pintu.

Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui segalanya…

Posted in Hikam, Lesson, Re-Post

Bangkit itu susah………

> Bangkit itu susah.........
> Susah melihat orang lain susah
> Senang melihat orang lain senang

> Bangkit itu Takut.........
> Takut untuk Korupsi
> Takut untuk makan yang bukan haknya

> Bangkit itu malu..........
> Malu menjadi benalu
> Malu minta-minta melulu

> Bangkit itu Marah.........
> Marah bila martabat bangsa dilecehkan

> Bangkit itu Mencuri.......
> Mencuri perhatian dunia dengan prestasi

> Bangkit itu Tidak ada.....
> Tidak ada kata menyerah
> Tidak ada kata putus asa

> Bangkit itu aku...........
> aku untuk INDONESIAKU

Deddy Mizwar
Posted in Islam, Lesson, Re-Post

Dari Gelap kepada Cahaya Vs Habis Gelap Terbitlah Terang

Surfing artikel tentang kartini, eh ketemu yang ini, luarbiasa! Walaupun artikel ini di-post lebih dari 10 tahun yang lalu, tapi masih butuh dihayati kembali.  Enjoy!

IBU KITA KARTINI DAN ISLAM. MINAZZULUMATI ILANNUR

Selasa, 30 November 1999 00:00

Waktu SMP dulu saya pernah membaca buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang berisi kumpulan surat-surat Kartini (sekarang buku itu entah dimana L). Meski dulu saya belum begitu faham benar dengan isi buku itu, ada beberapa isi surat yang waktu itu agak ‘mengganggu’ pikiran saya ketika Kartini bersinggungan dengan Islam.
Saya baru-baru ini mendapati beberapa posting yang membahas surat-surat itu serta transformasi spiritual Kartini, saya coba sarikan.

Persinggungan awal Kartini dengan Islam dapat dibaca dari surat-surat berikut:

“Mengenai agamaku Islam, Stella, aku harus menceritakan apa? Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagi pula sebenarnya agamaku karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, kalau aku tidak mengerti, tidak boleh memahaminya? Al-Quran terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan kedalam bahasa apa pun. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di sini orang diajar membaca Al-Quran tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibacanya itu. Sama saja halnya seperti engkau mengajarkan aku buku bahasa Inggris, aku harus hafal kata demi kata, tetapi tidak satu patah kata pun yang kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi orang sholeh pun tidak apa-apa, asalkan jadi orang yang baik hati, bukankah begitu Stella?” [Surat Kartini kepada Stella, 6 November 1899]

“Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlunya dan apa manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al-Quran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya, dan jangan-jangan guru-guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa, kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya. [Surat Kartini kepada E.E. Abendanon, 15 Agustus 1902]

Untuk ukuran seorang perempuan dan ukuran zaman itu (bahkan ukuran zaman sekarang sekalipun) pendapat Kartini ini benar-benar sangat kritis dan sangat berani.

Suatu ketika, takdir membawa Kartini pada suatu pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat yang juga adalah pamannya. Pengajian dibawakan oleh seorang ulama bernama Kyai Haji Mohammad Sholeh bin Umar(atau dikenal Kyai Sholeh Darat) tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertarik sekali dengan materi yang disampaikan (ini dapat dipahami mengingat selama ini Kartini hanya membaca dan menghafal Quran tanpa tahu maknanya). Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Berikut ini dialog-nya (ditulis oleh Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat).

“Kyai, perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?”
Tertegun Kyai Sholeh Darat mendengar pertanyaan Kartini yang diajukan secara diplomatis itu.
“Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?”. Kyai Sholeh Darat balik bertanya, sambil berpikir kalau saja apa yang dimaksud oleh pertanyaan Kartini pernah terlintas dalam pikirannya.
“Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”

Setelah pertemuan itu nampaknya Kyai Sholeh Darat tergugah hatinya. Beliau kemudian mulai menuliskan terjemah Quran ke dalam bahasa Jawa. Pada pernikahan Kartini , Kyai Sholeh Darat menghadiahkan kepadanya terjemahan Al-Quran (Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran), jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat Al-Fatihah sampai dengan surat Ibrahim. Mulailah Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya. Tapi sayang, tidak lama setelah itu Kyai Sholeh Darat meninggal dunia, sehingga Al-Quran tersebut belum selesai diterjemahkan seluruhnya ke dalam bahasa Jawa.

Kartini menemukan dalam surat Al-Baqarah ayat 257 bahwa ALLAH-lah yang telah membimbing orang-orang beriman dari gelap kepada cahaya (Minazh-Zhulumaati ilan Nuur). Rupanya, Kartini terkesan dengan kata-kata Minazh-Zhulumaati ilan Nuur yang berarti dari gelap kepada cahaya karena Kartini merasakan sendiri proses perubahan dirinya, dari kegelisahan dan pemikiran tak-berketentuan kepada pemikiran hidayah (how amazing…).
Dalam surat-suratnya kemudian, Kartini banyak sekali mengulang-ulang kalimat “Dari Gelap Kepada Cahaya” ini. (Sayangnya, istilah “Dari Gelap Kepada Cahaya” yang dalam Bahasa Belanda adalah “Door Duisternis Tot Licht” menjadi kehilangan maknanya setelah diterjemahkan oleh Armijn Pane dengan istilah “Habis Gelap Terbitlah Terang”).

Nampaknya masa-masa ini terjadi transformasi spiritual bagi Kartini. Pandangan Kartini tentang Barat-pun mulai berubah, setelah sekian lama sebelumnya dia terkagum dengan budaya Eropa yang menurutnya lebih maju dan serangkaian pertanyaan-pertanyaan besarnya terhadap tradisi dan agamanya sendiri.
Ini tercermin dalam salah satu suratnya;

“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” [Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902]

“Kami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang-orang setengah Eropa atau orang-orang Jawa Kebarat-baratan” (surat Kartini kepada Ny. Abandanon, 10 Juni 1902)

Kartini juga menentang semua praktek kristenisasi di Hindia Belanda :

“Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka kristenisasi? …. Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri untuk memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi jangan mengkristenkan orang. Mungkinkah itu dilakukan?” [Surat Kartini kepada E.E. Abendanon, 31 Januari 1903]

Bahkan Kartini bertekad untuk berupaya untuk memperbaiki citra Islam yang selalu dijadikan bulan-bulanan dan sasaran fitnah. Dengan bahasa halus Kartini menyatakan :

“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.” [Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902].

Di surat-surat lain :

“Astaghfirullah, alangkah jauhnya saya menyimpang” (Surat Kartini kepada Ny. Abandanon, 5 Maret 1902)

“Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu: Hamba Allah (Abdulloh).” (Surat Kartini kepada Ny. Abandanon, 1 Agustus 1903)

“Kesusahan kami hanya dapat kami keluhkan kepada Alloh, tidak ada yang dapat membantu kami dan hanya Dia-lah yang dapat menyembuhkan.” (surat Kartini kepada Nyonya Abandanon, 1 Agustus 1903)

“Menyandarkan diri kepada manusia, samalah halnya dengan mengikatkan diri kepada manusia. Jalan kepada Allah hanyalah satu. Siapa sesungguhnya yang mengabdi kepada Allah, tidak terikat kepada seorang manusia punm ia sebenar-benarnya bebas” (Surat kepada Ny. Ovink, Oktober 1900)

Sumber:

  1. BimasIslam Kemenag
  2. pkspiyungan